BELAJAR ADAB SEBELUM ILMU
Suatu ketika Imam Laits Bin Sa’ad melihat para penuntut hadits, kemudian beliau melihat ada kekurangan dalam adab mereka, maka beliau berkata: “Apa ini!, sungguh belajar adab walaupun sedikit lebih kalian butuhkan dari pada kalian belajar banyak ilmu". (Al-Jami’:1/405)
Imam Adz-Dzahabi berkata: “Penuntut ilmu yang datang di majelis imam Ahmad lima ribu orang atau lebih, lima ratus menulis hadits, sedangkan sisanya duduk untuk mempelajari akhlaq dan adab beliau”. (Siyar A’lamun Nubala’:11/316)
Berkata Abu Bakar Bin Al-Muthowi’i: “Saya keluar masuk di rumah Abu Abdillah (Imam Ahmad Bin Hambal) selama 12 tahun sedangkan beliau sedang membacakan kitab Musnad kepada anak-anaknya. Dan selama itu saya tidak pernah menulis satu hadits pun dari beliau, hal ini disebabkan karena saya datang hanya untuk belajar akhlaq dan adab beliau”. (Siyar A‘lamun Nubala’:11/316)
Berkata Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri -rahimahullah-: “Mereka dulu tidak mengeluarkan anak-anak mereka untuk mencari ilmu hingga mereka belajar adab dan dididik ibadah hingga 20 tahun”. (Hilyatul-Aulia Abu Nuaim 6/361)
Berkatalah Abdullah bin Mubarak -rahimahullah-: “Aku mempelajari adab 30 tahun dan belajar ilmu 20 tahun, dan mereka dulu mempelajari adab terlebih dahulu baru kemudian mempelajari ilmu”. (Ghayatun-Nihayah fi Thobaqotil Qurro 1/446)
Dan beliau juga berkata: “Hampir-hampir adab menimbangi 2/3 ilmu”. (Sifatus-shofwah Ibnul-Jauzi 4/120)
Al-Khatib Al-Baghdadi menyebutkan sanadnya kepada Malik bin Anas, dia berkata bahwa Muhammad bin Sirrin berkata (-rahimahullah-): “Mereka dahulu mempelajari adab seperti mempelajari ilmu”. (Hilyah: 17. Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/49)
Berkata Abullah bin Mubarak: “Berkata kepadaku Makhlad bin Husain -rahimahullah-: “Kami lebih butuh kepada adab walaupun sedikit daripada hadits walaupun banyak”. (Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80)
Mengapa demikian ucapan para ulama tentang adab? Tentunya karena ilmu yang masuk kepada seseorang yang memiliki adab yang baik akan bermafaat baginya dan kaum muslimin.
Berkata Abu Zakariya ammad Al-Anbari -rahimahullah-:
“Ilmu tanpa adab seperti api tanda kayu bakar sedangkan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”. (Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80)
ADAB SEHARI-HARI
1. ADAB BANGUN
TIDUR
Disaat malam hari telah berakhir
ayam berkokok dan fajar telah menampakkan cahayanya. Santri pun segera bangkit
dan terbangun. Sebagaimana yang dilakukan oleh rasulullah Sallallahu Alayhi
wasallam santri kemudian “Mengusap bekas tidur yang ada pada wajahnya dengan
tangan”.
“ Rasulullah bangun tidur,
kemudian beliau pun duduk sambil mengusap bekas tidur yang ada pada wajahnya”.
(HR. Muslim No.763, HR. Bukhari No 6325)
Selanjutnya berdoa:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Segala puji bagi Allah yang
telah menghidupkan kami kembali setelah sebelumnya memtikan kami dan hanya
kepada-Nyalah kami dikumpulkan di hari kebangkitan” (Al-Bukhari dalam
Fathul Baari XI : 113 dan Muslim IV:2082)
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ وَرَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ وَأَذِنَ لِيْ
بِذِكْرِهِ
“Segala puji bagi Allah yang
telah mengembalikan ruhku, yang telah member kesehatan kepadaku, dan telah
mengizinkan aku berdzikir kepada-Nya”. (HR. Tirmidzi no. 3401. Hasan
menurut Syaikh Al Albani)
2. ADAB MASUK DAN
KELUAR KAMAR MANDI
Setelah berdoa, rasa kantuknya
pun mulai lenyap. Santri pun segera ambil wudhu dan bersiwak. Sambil berjalan
menuju kamar mandi santri pun mengingat agar sebelum masuk kamar mandi harus membaca
doa yang diajarkan Rasulullah Sallallahu Alyhi wasallam:
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
كَانَ
النَّبِىُّ –
صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ
قَالَ «
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam ketika memasuki jamban, beliau ucapkan: Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan” (HR Bukhari: 6322, Muslim: 375.)
Masuk ke tempat buang hajat terlebih dahulu dengan kaki
kiri dan keluar dari tempat tersebut dengan kaki kanan. Untuk dalam perkara yang baik-baik seperti
memakai sandal dan menyisir, maka kita dituntunkan untuk mendahulukan yang
kanan. Sebagaimana terdapat dalam hadits,
كَانَ
النَّبِىُّ –
صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ
فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam lebih suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir
rambut, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).”
Tidak menghadap kiblat atau pun membelakanginya.
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
«
إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا
الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا . قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا
مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى
“Jika kalian mendatangi jamban,
maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi,
hadaplah ke arah timur atau barat.” .” Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah
tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat.
Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah
Ta’ala.”
Dalilnya adalah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,
beliau berkata,
أَنَّ
رَجُلاً مَرَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَبُولُ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ
عَلَيْهِ.
“Ada seseorang yang melewati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang kencing. Ketika itu,
orang tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya.”
Tidak beristinja’ dan menyentuh kemaluan dengan tangan
kanan.
Dalilnya adalah hadits Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِى الإِنَاءِ ، وَإِذَا أَتَى الْخَلاَءَ فَلاَ
يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ ، وَلاَ يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِهِ
“Jika salah seorang di antara kalian minum, janganlah ia
bernafas di dalam bejana. Jika ia buang hajat, janganlah ia memegang kemaluan
dengan tangan kanannya. Janganlah pula ia beristinja’ dengan tangan
kanannya.”[27]
Beristinja’ bisa
dengan menggunakan air atau menggunakan minimal tiga batu (istijmar)
Beristinja’ dengan menggunakan air lebih utama
daripada menggunakan batu sebagaimana menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul
Mubarok, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq. Alasannya, dengan air tentu
saja lebih bersih.
Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan air adalah hadits
dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
كَانَ
النَّبِىُّ –
صلى الله عليه وسلم – إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ
أَجِىءُ أَنَا وَغُلاَمٌ مَعَنَا إِدَاوَةٌ مِنْ مَاءٍ . يَعْنِى يَسْتَنْجِى بِهِ
“Ketika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, aku dan anak sebaya denganku datang
membawa seember air, lalu beliau beristinja’ dengannya.”
Mengucapkan do’a “ghufronaka” setelah keluar kamar mandi.
Dalilnya adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
beliau berkata,
أَنَّ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ «
غُفْرَانَكَ ».
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa setelah beliau
keluar kamar mandi beliau ucapkan “ghufronaka” (Ya Allah, aku memohon ampun
pada-Mu).”
3. ADAB BERSIWAK
Siwak merupakan sunnah yang dapat
dikerjakan kapan saja. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan untuk
bersiwak, beliau bersabda, “Aku sangat menganjurkan kalian untuk bersiwak.”
( HR Bukhari: 888
dari hadis Anas radiyallahu ‘anhu)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siwak dapat membersihkan mulut
dan mendatangkan keridhaan
Rabb.”
HR Ahmad: 7, An Nasa`i: 5, dari hadis
Aisyah radhiyallahu ‘anha, dinilai shahih oleh Al Albani (Al Irwa`: 1/105)
Siwak lebih ditekankan dalam
keadaan-keadaan yang telah dijelaskan sebelumnya, terutama yang berulang dalam satu
hari satu malam, seperti ketika akan shalat malam, berwudhu, setiap kali hendak
shalat, saat masuk rumah, wallahu
a’lam.
4. ADAB BERWUDHU
Sholat 2
rakaat setelah berwudhu
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepada Bilal setelah shalat Fajar,
“Wahai Bilal, ceritakan
kepadaku amal yang paling engkau harapkan yang engkau amalkan dalam Islam,
sesungguhnya aku mendengar langkah kedua terompahmu di hadapakanku di surga.
” Ia berkata, “Suatu amalan yang paling aku harapkan adalah
tidaklah aku bersuci (berwudhu) baik pada malam atau siang hari melainkan aku
shalat dengannya sesuai yang aku inginkan.”
(HR Bukhari: 1149, Muslim: 2458.)
Berdoa selesai berwudhu
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan
menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan, “Asyhadu an laa laaha
illallaahu wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu.” Akan dibukakan
untuknya pintu-pintu surga yang delapan, ia dapat masuk dari pintu mana saja
yang ia kehendaki.”( HR Muslim: 234.)
Atau yang tercantum dalam hadis Abu Sa’id radhiyallahu
‘anhu secara marfu’, “Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia selesai dari
wudhunya, kemudian mengucapkan,
“Subhaanakallaahumma
wa bihamdika, asyhadu an laa ilaaha illaa anta, wa astaghfiruka wa atuubu
ilaika.”
Allah
akan menutup diatasnya (bacaan itu) dengan penutup4, kemudian ia diangkat
hingga ke bawah Arsy, dan tidak dibuka hingga hari kiamat.”( HR Nasa’i dalam
‘Amal Yaul wa Lailah, hal. 147, Hakim: 1/752)
5. ADAB
BERPAKAIAN
1.
Pakaian harus
menutup semua aurat.
Demikianlah, syariat Islam
mendorong pemeluknya untuk senantiasa mengutamakan rasa malu pada setiap
keadaan. Larangan untuk menampakkan aurat ini bersifat umum, namun ada
orang-orang yang dikecualikan dalam larangan ini, seperti dalam hadist berikut
ini :
احفظ
عورتك إلا من زوجتك وما ملكت يمينك
“Jagalah auratmu kecuali kepada istri dan budakmu.”[H.R. Al
Baihaqy dalam syu’abul iman dengan sanad hasan]
2.
Mengenakan pakaian
mulai dari kanan, melepasnya mulai dari kiri dan berdo'alah. Rasulullah
saw bersabda:
ومن
لبس ثوبا فقال الحمد لله الذي كساني هذا الثوب ورزقنيه من غير حول مني ولا قوة غفر
له ما تقدم من ذنبه
“….dan barang siapa yang memakai pakaian seraya mengucap
: segala puji bagi Allah yang telah memberiku pakaian dan memberikan rizki
kepadaku dengannya tanpa ada daya dan upaya dariku, maka akan diampuni dosanya
yang telah lalu.”[H.R. Ibnu Majah,hadist ini dihasankan oleh Al Albani
dalam shahih sunan Abi Dawud dari sahabat Anas dari ayahnya].
3.
Wanita tidak memakai pakaian kaum laki–laki
dan sebaliknya, tidak boleh pula bagi kaum laki-laki untuk memakai pakaian
perempuan, sebab rasulullah telah bersabda
رواه
البخاري وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه والطبراني وعنده أن امرأة مرت على رسول
الله صلى الله عليه وسلم متقلدة قوسا فقال لعن الله المتشبهات من النساء بالرجال
والمتشبهين من الرجال بالنساء
“Allah melaknat para wanita yang meniru laki-laki dan
laki-laki yang meniru perempuan”[H.R. Al Bukharidan Abu Dawud].
4.
Tidak memakai
pakaian sombong (Syuhrah)
Pakaian kesombongan (syuhrah)
adalah pakaian yang dipakai oleh pemakainya untuk menyombongkan diri di antara
orang banyak, dan apa yang dipersamakan dengan pakaian yang dipakai oleh
pemakainya untuk menyombongkan diri, pakaian yang demikian diharamkan,
karena alasan-alasan berikut:
Hadits dari Ibnu 'Umar, sabda Rasulullah saw.
مَنْ
لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارً
Artinya:
"Barangsiapa memakai pakaian kesombongan di dunia, maka
Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari Kiamat."
6. ADAB BERSISIR
Memulai menyisir rambut dari
sisi kakna
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata,
كَانَ
النَّبِىُّ –
صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ
فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangat menyukai mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika menyisir
rambut dan ketika bersuci, juga dalam setiap perkara (yang baik-baik).” (HR.
Bukhari no. 186 dan Muslim no. 268).
7. ADAB MEMAKAI WEWANGIAN
Memakai wewangian termasuk berhias, disunnahkan
ketika hendak berangkat ke masjid. Firman Allah, “Wahai anak cucu Adam,
pakailah perhiasanmu (pakaianmu) yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.”
(Al-A’raf [7]: 31).
عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَطَيَّبُ قَالَتْ نَعَمْ بِذِكَارَةِ الطِّيبِ
الْمِسْكِ وَالْعَنْبَرِ
Dari Muhammad bin Ali ia berkata, “Aku pernah
bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Apakah Rasulullah SAW memakai parfum? ia menjawab,
“Ya! dengan minyak wangi misk dan ‘anbar.” (HR An-Nasa’i)
Hadis Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihiwa
sallam bersabda,
“Diberikan rasa cinta kepada dari dunia wanita dan parfum, dan
dijadikan kesenanganku dalam shalat.” HR Ahmad: 12293.
8.
ADAB MENDENGARKAN ADZAN
1) mengucapkan seperti apa
yang diucapkan oleh muadzin, bershalawat dan berdoa.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al
‘Ash, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِذَا
سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ
لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ
مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ
حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang
diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang
bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi
ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah
untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan
bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta
untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR.
Muslim no. 384).
Adapun meminta wasilah pada Allah
untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dalam hadits dari Jabir bin
Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ
وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ
مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa mengucapkan setelah
mendengar adzan ‘allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil
qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda
alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah
tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan
yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau
sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan
padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 )
Ada juga amalan sesudah
mendengarkan azan jika diamalkan akan mendapatkan ampunan dari dosa.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا
وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ
“Siapa yang mengucapkan setelah
mendengar azan: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna
muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa
wa bil islami diinaa (artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad
sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku), maka dosanya akan diampuni.” (HR.
Muslim no. 386)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa
seseorang pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya muadzin selalu
mengungguli kami dalam pahala amalan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
قُلْ
كَمَا يَقُولُونَ فَإِذَا انْتَهَيْتَ فَسَلْ تُعْطَهْ
“Ucapkanlah sebagaimana
disebutkan oleh muadzin. Lalu jika sudah selesai kumandang azan, berdoalah,
maka akan diijabahi (dikabulkan).” (HR. Abu Daud no. 524 dan Ahmad 2: 172. Al
Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Artinya, doa sesudah azan
termasuk di antara doa yang diijabahi.
Setelah menyebutkan lima amalan
di atas, Ibnul Qayyim berkata, “Inilah lima amalan yang bisa diamalkan sehari
semalam. Ingatlah yang bisa terus menjaganya hanyalah as saabiquun, yaitu yang
semangat dalam kebaikan.” (Jalaa-ul Afham, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah hal. 333).
BERSAMBUNG INSYAALLAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar