Jumat, 01 Januari 2016

BELAJAR ADAB SEBELUM ILMU

BELAJAR ADAB SEBELUM ILMU


Suatu ketika Imam Laits Bin Sa’ad melihat para penuntut hadits, kemudian beliau melihat ada kekurangan dalam adab mereka, maka beliau berkata: “Apa ini!, sungguh belajar adab walaupun sedikit lebih kalian butuhkan dari pada kalian belajar banyak ilmu". (Al-Jami’:1/405)

Imam Adz-Dzahabi berkata: “Penuntut ilmu yang datang di majelis imam Ahmad lima ribu orang atau lebih, lima ratus menulis hadits, sedangkan sisanya duduk untuk mempelajari akhlaq dan adab beliau”. (Siyar A’lamun Nubala’:11/316)

Berkata Abu Bakar Bin Al-Muthowi’i: “Saya keluar masuk di rumah Abu Abdillah (Imam Ahmad Bin Hambal) selama 12 tahun sedangkan beliau sedang membacakan kitab Musnad kepada anak-anaknya. Dan selama itu saya tidak pernah menulis satu hadits pun dari beliau, hal ini disebabkan karena saya datang hanya untuk belajar akhlaq dan adab beliau”. (Siyar A‘lamun Nubala’:11/316)

Berkata Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri -rahimahullah-: “Mereka dulu tidak mengeluarkan anak-anak mereka untuk mencari ilmu hingga mereka belajar adab dan dididik ibadah hingga 20 tahun”. (Hilyatul-Aulia Abu Nuaim 6/361)
Berkatalah Abdullah bin Mubarak -rahimahullah-: “Aku mempelajari adab 30 tahun dan belajar ilmu 20 tahun, dan mereka dulu mempelajari adab terlebih dahulu baru kemudian mempelajari ilmu”. (Ghayatun-Nihayah fi Thobaqotil Qurro 1/446)

Dan beliau juga berkata: “Hampir-hampir adab menimbangi 2/3 ilmu”. (Sifatus-shofwah Ibnul-Jauzi 4/120)

Al-Khatib Al-Baghdadi menyebutkan sanadnya kepada Malik bin Anas, dia berkata bahwa Muhammad bin Sirrin berkata (-rahimahullah-): “Mereka dahulu mempelajari adab seperti mempelajari ilmu”. (Hilyah: 17. Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/49)

Berkata Abullah bin Mubarak: “Berkata kepadaku Makhlad bin Husain -rahimahullah-: “Kami lebih butuh kepada adab walaupun sedikit daripada hadits walaupun banyak”. (Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80)

Mengapa demikian ucapan para ulama tentang adab? Tentunya karena ilmu yang masuk kepada seseorang yang memiliki adab yang baik akan bermafaat baginya dan kaum muslimin.

Berkata Abu Zakariya  ammad Al-Anbari -rahimahullah-:
 “Ilmu tanpa adab seperti api tanda kayu bakar sedangkan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”. (Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80)



ADAB SEHARI-HARI

1.     ADAB BANGUN TIDUR

Disaat malam hari telah berakhir ayam berkokok dan fajar telah menampakkan cahayanya. Santri pun segera bangkit dan terbangun. Sebagaimana yang dilakukan oleh rasulullah Sallallahu Alayhi wasallam santri kemudian “Mengusap bekas tidur yang ada pada wajahnya dengan tangan”.
“ Rasulullah bangun tidur, kemudian beliau pun duduk sambil mengusap bekas tidur yang ada pada wajahnya”. (HR. Muslim No.763, HR. Bukhari No 6325)
Selanjutnya berdoa:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami kembali setelah sebelumnya memtikan kami dan hanya kepada-Nyalah kami dikumpulkan di hari kebangkitan” (Al-Bukhari dalam Fathul Baari XI : 113 dan Muslim IV:2082)
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ وَرَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ
“Segala puji bagi Allah yang telah mengembalikan ruhku, yang telah member kesehatan kepadaku, dan telah mengizinkan aku berdzikir kepada-Nya”. (HR. Tirmidzi no. 3401. Hasan menurut Syaikh Al Albani)

2.     ADAB MASUK DAN KELUAR KAMAR MANDI

Setelah berdoa, rasa kantuknya pun mulai lenyap. Santri pun segera ambil wudhu dan bersiwak. Sambil berjalan menuju kamar mandi santri pun mengingat agar sebelum masuk kamar mandi harus membaca doa yang diajarkan Rasulullah Sallallahu Alyhi wasallam:
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki jamban, beliau ucapkan: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan” (HR Bukhari: 6322, Muslim: 375.)
Masuk ke tempat buang hajat terlebih dahulu dengan kaki kiri dan keluar dari tempat tersebut dengan kaki kanan.  Untuk dalam perkara yang baik-baik seperti memakai sandal dan menyisir, maka kita dituntunkan untuk mendahulukan yang kanan. Sebagaimana terdapat dalam hadits,
كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, ketika bersuci dan dalam setiap  perkara (yang baik-baik).”

Tidak menghadap kiblat atau pun membelakanginya.
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا  . قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى
“Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.” .” Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah Ta’ala.”
Dalilnya adalah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
أَنَّ رَجُلاً مَرَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَبُولُ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ.
“Ada seseorang yang melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang kencing. Ketika itu, orang tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya.”
Tidak beristinja’ dan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan.
Dalilnya adalah hadits Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِى الإِنَاءِ ، وَإِذَا أَتَى الْخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ ، وَلاَ يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِهِ
“Jika salah seorang di antara kalian minum, janganlah ia bernafas di dalam bejana. Jika ia buang hajat, janganlah ia memegang kemaluan dengan tangan kanannya. Janganlah pula ia beristinja’ dengan tangan kanannya.”[27]
 Beristinja’ bisa dengan menggunakan air atau menggunakan minimal tiga batu (istijmar)
 Beristinja’ dengan menggunakan air lebih utama daripada menggunakan batu sebagaimana menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq. Alasannya, dengan air tentu saja lebih bersih.
Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan air adalah hadits dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ أَجِىءُ أَنَا وَغُلاَمٌ مَعَنَا إِدَاوَةٌ مِنْ مَاءٍ . يَعْنِى يَسْتَنْجِى بِهِ
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, aku dan anak sebaya denganku datang membawa seember air, lalu beliau beristinja’ dengannya.”


Mengucapkan do’a “ghufronaka” setelah keluar kamar mandi.
Dalilnya adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ « غُفْرَانَكَ ».
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa setelah beliau keluar kamar mandi beliau ucapkan “ghufronaka” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).”

3.     ADAB BERSIWAK

Siwak merupakan sunnah yang dapat dikerjakan kapan saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan untuk bersiwak, beliau bersabda, “Aku sangat menganjurkan kalian untuk bersiwak.”
 ( HR Bukhari: 888 dari hadis Anas radiyallahu ‘anhu)

 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Siwak dapat membersihkan mulut dan mendatangkan keridhaan Rabb.”
HR Ahmad: 7, An Nasa`i: 5, dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, dinilai shahih oleh Al Albani (Al Irwa`: 1/105)

Siwak lebih ditekankan dalam keadaan-keadaan yang telah dijelaskan sebelumnya, terutama yang berulang dalam satu hari satu malam, seperti ketika akan shalat malam, berwudhu, setiap kali hendak shalat, saat masuk rumah, wallahu a’lam.

4.     ADAB BERWUDHU
Sholat 2 rakaat setelah berwudhu
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilal setelah shalat Fajar,
 “Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling engkau harapkan yang engkau amalkan dalam Islam, sesungguhnya aku mendengar langkah kedua terompahmu di hadapakanku di surga.
” Ia berkata, “Suatu amalan yang paling aku harapkan adalah tidaklah aku bersuci (berwudhu) baik pada malam atau siang hari melainkan aku shalat dengannya sesuai yang aku inginkan.”
(HR Bukhari: 1149, Muslim: 2458.)
Berdoa selesai berwudhu
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu  berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan, “Asyhadu an laa laaha illallaahu wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu.” Akan dibukakan untuknya pintu-pintu surga yang delapan, ia dapat masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki.”( HR Muslim: 234.)
 Atau yang tercantum dalam hadis Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu secara marfu’, “Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia selesai dari wudhunya, kemudian mengucapkan,
Subhaanakallaahumma wa bihamdika, asyhadu an laa ilaaha illaa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika.”
Allah akan menutup diatasnya (bacaan itu) dengan penutup4, kemudian ia diangkat hingga ke bawah Arsy, dan tidak dibuka hingga hari kiamat.”( HR Nasa’i dalam ‘Amal Yaul wa Lailah, hal. 147, Hakim: 1/752)

5.     ADAB BERPAKAIAN

1.       Pakaian harus menutup semua aurat.
Demikianlah, syariat Islam mendorong pemeluknya untuk senantiasa mengutamakan rasa malu pada setiap keadaan.  Larangan untuk menampakkan aurat ini bersifat umum, namun ada orang-orang yang dikecualikan dalam larangan ini, seperti dalam hadist berikut ini :
احفظ عورتك إلا من زوجتك وما ملكت يمينك
“Jagalah auratmu kecuali kepada istri dan budakmu.”[H.R. Al Baihaqy dalam syu’abul iman dengan sanad hasan]
2.       Mengenakan pakaian mulai dari kanan, melepasnya mulai dari kiri dan berdo'alah. Rasulullah saw bersabda:
ومن لبس ثوبا فقال الحمد لله الذي كساني هذا الثوب ورزقنيه من غير حول مني ولا قوة غفر له ما تقدم من ذنبه
“….dan barang siapa yang memakai pakaian seraya mengucap : segala puji bagi Allah yang telah memberiku pakaian dan memberikan rizki kepadaku dengannya tanpa ada daya dan upaya dariku, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.”[H.R. Ibnu Majah,hadist ini dihasankan oleh Al Albani dalam shahih sunan Abi Dawud dari sahabat Anas dari ayahnya].
3.        Wanita tidak memakai pakaian kaum laki–laki dan sebaliknya, tidak boleh pula bagi kaum laki-laki untuk memakai pakaian perempuan, sebab rasulullah telah bersabda
رواه البخاري وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه والطبراني وعنده أن امرأة مرت على رسول الله صلى الله عليه وسلم متقلدة قوسا فقال لعن الله المتشبهات من النساء بالرجال والمتشبهين من الرجال بالنساء
“Allah melaknat para wanita yang meniru laki-laki dan laki-laki yang meniru perempuan”[H.R. Al Bukharidan Abu Dawud].
4.       Tidak memakai pakaian sombong (Syuhrah)
Pakaian kesombongan (syuhrah) adalah pakaian yang dipakai oleh pemakainya untuk menyombongkan diri di antara orang banyak, dan apa yang dipersamakan dengan pakaian yang dipakai oleh pemakainya untuk menyombongkan diri, pakaian yang demikian diharamkan, karena alasan-alasan berikut:
Hadits dari Ibnu 'Umar, sabda Rasulullah saw.
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارً
Artinya:  "Barangsiapa memakai  pakaian kesombongan di dunia, maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari Kiamat."


6.     ADAB BERSISIR

Memulai menyisir rambut dari sisi kakna
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
 “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika menyisir rambut dan ketika bersuci, juga dalam setiap perkara (yang baik-baik).” (HR. Bukhari no. 186 dan Muslim no. 268).

7.     ADAB MEMAKAI WEWANGIAN

Memakai wewangian termasuk berhias, disunnahkan ketika hendak berangkat ke masjid. Firman Allah, “Wahai anak cucu Adam, pakailah perhiasanmu (pakaianmu) yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raf [7]: 31).
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَطَيَّبُ قَالَتْ نَعَمْ بِذِكَارَةِ الطِّيبِ الْمِسْكِ وَالْعَنْبَرِ
Dari Muhammad bin Ali ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Apakah Rasulullah SAW memakai parfum? ia menjawab, “Ya! dengan minyak wangi misk dan ‘anbar.” (HR An-Nasa’i)

Hadis Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihiwa sallam bersabda,
 “Diberikan rasa cinta kepada dari dunia wanita dan parfum, dan dijadikan kesenanganku dalam shalat.” HR Ahmad: 12293.

8.     ADAB MENDENGARKAN ADZAN

1) mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzin, bershalawat dan berdoa.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 384).
Adapun meminta wasilah pada Allah untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 )
Ada juga amalan sesudah mendengarkan azan jika diamalkan akan mendapatkan ampunan dari dosa.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ
“Siapa yang mengucapkan setelah mendengar azan: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa (artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku), maka dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim no. 386)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa seseorang pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya muadzin selalu mengungguli kami dalam pahala amalan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قُلْ كَمَا يَقُولُونَ فَإِذَا انْتَهَيْتَ فَسَلْ تُعْطَهْ
“Ucapkanlah sebagaimana disebutkan oleh muadzin. Lalu jika sudah selesai kumandang azan, berdoalah, maka akan diijabahi (dikabulkan).” (HR. Abu Daud no. 524 dan Ahmad 2: 172. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Artinya, doa sesudah azan termasuk di antara doa yang diijabahi.

Setelah menyebutkan lima amalan di atas, Ibnul Qayyim berkata, “Inilah lima amalan yang bisa diamalkan sehari semalam. Ingatlah yang bisa terus menjaganya hanyalah as saabiquun, yaitu yang semangat dalam kebaikan.” (Jalaa-ul Afham,  Ibnul Qayyim Al-Jauziyah hal. 333).

BERSAMBUNG INSYAALLAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar